Teriakan 'Kapal Terakhir' dari Pengelola Kapal Membuat Penumpang Tak Punya Pilihan Lain

TRIBUNNEWS.JAKARTA.COM-Satu lagi kejadian tenggelamnya Kapal Motor di Danau Toba dalam satu pekan. Terbaru, KM Ramos Risma Marisi pada Jumat (22/6/2018).

Waktu tenggelam juga hampir sama dengan tenggelamnya KM Sinar Bangun, yakni saat menjelang malam hari.
Pengamat Transportasi Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menjelaskan cara masyarakat Danau Toba, untuk tetap mengangkut penumpang, meski sudah ada kejadian sebelumnya.

Waktu sore menjelang malam, pengelola kapal tidak akan memberi pilihan kepada calon penumpang.
Mereka yang akan menyeberang di waktu-waktu itu, akan diteriaki "Kapal terakhir".
Sehingga, bukan tidak mungkin, jumlah penumpang tidak sepadan dengan kapasitas angkut kapal.
Belum lagi, pengelola kapal akan memasukkan seluruh barang, termasuk kendaraan roda dua.
"Iya mereka seperti itu di sana. Belum lama saya ke sana juga. Itu biasa di sana. Penumpang akan berpikir daripada pulang harus menunggu kapal besok, ya mending malam ini," tuturnya kepada Tribun, Jakarta, Sabtu (23/6/2018).
Mengenai kelebihan muatan dan berpotensi tenggelam pun, tidak dirisaukan oleh masyarakat.

Mitos yang berkembang di Danau Toba akan menjadi apologi apabila terjadi sebuah hal yang tidak diinginkan.

"Sekarang saja sudah berkembang, mitos menjadi alasan tenggelamnya kapal? Memang pembicaraan-pembicaraan itu bisa mengalahkan riset yang sudah dibuat peneliti," ujarnya.
"Sederhananya, kapal akan tenggelam jika ada ikan mas ditangkap, ada yang bicara kasar di atas kapal, atau ada hal-hal lain. Sementara di dalam kapal, penumpang berlebihan. Motornya bisa puluhan. Ini kan jadi enggak bener," lanjut Yayat.
Operator kapal dan dermaga di Danau Toba, menurut Yayat, dikelola secara amatir dan tidak mengindahkan aturan-aturan yang ada.

Namun, hal itu wajar, mengingat operator tidak mendapatkan insentif atau bantuan serta tidak efektifnya intervensi dari pemda setempat atau pemerintah pusat.
"Toh, yang penting kapal mereka tetap jalan dan bisa untung. Karena memang pengelolaan masih sangat tradisional sekali. Tidak ada intervensi dari pemerintah setempat," kata dia.

Peringatan Kementerian Perhubungan untuk tidak beroperasi selama tujuh hari, dinilai justru akan merugikan pemilik kapaL.
Sepakat atau tidak, kata Yayat, operator akan tetap menjalankan kapalnya.
"Ya pasti tidak akan bisa. Peringatan tidak bisa dilakukan secara serta merta seperti itu. Ini momennya liburan juga," tambahnya.
Lebih dari itu, dia meminta agar pemerintah lebih memberikan perhatian kepada kapal-kapal tradisional untuk penyeberangan di Danau dan Sungai.
Kapal-kapal itu yang sesungguhnya dibutuhkan oleh masyarakat, tanpa pengelolaan yang baik.

"Caranya ya bisa beri bantuan agar kapal bisa tetap untung meski tidak membawa penumpang dalam jumlah berlebihan. Serta pemahaman yang benar mengenai kondisi Danau Toba dari hasil riset. Sehingga, tidak perlu mengamini hal-hal yang berbau mitos," jelasnya.

Pemerintah Akui Sulit
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setyadi mengatakan pengawasan penyeberangan di Danau Toba tidak maksimal.
Selama ini, operasional pengawasan hanya dilakukan oleh dinas perhubungan setempat.

Dia meyakini masih ada pembiaran-pembiaran yang dilakukan dan membahayakan keselamatan.
"Iya masih terjadi pembiaran yang membahayakan keselamatan," jelasnya.
Dia menjelaskan, Danau Toba tidak memiliki Syahbandar atau pengawas keselamatan pelayaran seperti halnya pelabuhan laut di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Kendati demikian, pihaknya akan terus melakukan perbaikan. Satu caranya adalah melakukan deregulasi aturan keselamatan angkutan penyeberangan.
Hal itu guna memperkuat fungsi pengawasan dan menyederhanakan peraturan menteri perhubungan yang ada saat ini.
"Kita tidak bisa terus diam seperti ini. Harus ada perbaikan," ucapnya lagi.
Pada Senin (25/6/2018) dia akan memimpin langsung pertemuan internal dan membahas regulasi yang sudah ada.

Pertemuan juga diharap dapat mempertegas tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan angkutan.
Untuk mengantisipasi kejadian tidak diinginkan di Danau Toba di kemudian hari, Budi akan mendorong kepala daerah untuk meningkatkan kesadaran pentingnya keselamatan, serta memperhatikan alokasi anggaran Satker Dishub yang masih sangat minim.
"Pemerintah pusat juga nanti akan turun langsung memberikan keterampilan kepada personel daerah setempat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Danau Toba," jelasnya. (amriyono)

No comments:

Post a Comment